BALI, LOVE AND RELIGION
Kehidupanku dimulai ketika aku datang kepulau ini. Sungguh menyenangkan bisa tinggal dan bekerja ditempat ini. Mengenal lebih banyak orang dengan karakter yang berbeda. Bali, tempat yang membuat aku sadar akan arti hidup dan kehidupan. Aku sendiri tidak tau apa tujuanku datang ketempat ini sebelumnya. Berawal dari sekedar iseng untuk berlibur, tapi akhirnya aku memutuskan untuk tinggal disini. Namaku Jeny Wijaya, aku biasa dipanggil Jeny. Aku bekerja disebuah perusahaan retail di Bali. Dengan bekerja aku bisa melupakan semua masalah-masalahku. Mungkin ini adalah sebuah pelarian, pelarianku dari bayang-bayang Andi. Andi adalah pacarku, aku dan dia sudah lama pacaran. Kira-kira sudah dua tahun lamanya. Dulu waktu aku masih tinggal di Malang, hidupku sangat bahagia. Andi selalu mengajarkanku untuk hidup dalam kesederhanaan. Banyak hal yang ia tanamkan pada diriku, sehingga aku bisa merubah sifatku menjadi seperti sekarang ini. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara, dan semua saudara-saudaraku sudah berkeluarga. Tinggal aku yang masih melajang. Saudara-saudaraku selalu memanjakanku. Tapi semenjak aku mengenal Andi, aku banyak belajar darinya. Aku bahagia saat itu. Namun kebahagiaan itu sirna dalam sekejap. Tiga tahun lalu dia meninggal dalam sebuah kecelakaan motor. Aku sungguh terpukul kehilangan dirinya saat itu. Kejadian itu membuatku kehilangan semangat hidup. Seperti hidup tanpa jiwa dan roh. Sampai akhirnya suatu malam aku bermimpi tentangnya. Dia tersenyum melihatku, tapi dibalik senyumnya terlihat kesedihan yang teramat dalam. Aku bisa merasakannya, walaupun dunia kami telah berbeda. Dalam mimpiku dia berkata “teruskanlah hidupmu, jangan kau terpuruk seperti ini”. “Pulang kerumahnya adalah jalanku, tapi aku tetap menyayangimu”. “Aku akan terus bersamamu, sampai nanti kau temukan dirinya”. Kata-kata itu selalu kuingat sampai hari ini.
Setelah Andi meninggal, aku merasa hidup ini hampa. Kemanapun aku pergi, aku selalu teringat akan dirinya. Banyak tempat di Malang yang mengingatkanku akan kenangan-kenangan saat kami masih bersama. Setiap hari setelah Andi meninggal, aku selalu menangis. Aku pikir ini hanya mimpi buruk, tapi saat aku terbangun tetap saja Andi tidak kembali. Ibu dan saudara-saudaraku tau itu, mereka berusaha membuatku tertawa lagi. Katanya mereka rindu aku yang dulu. Aku yang ceria dan tak pernah bersedih. Sampai akhirnya mereka sadar, kehilangan seseorang yang sangat kita cintai memang sangat menyakitkan. Kemanapun kita pergi, kita akan selalu teringat kepadanya. Dulu waktu ayahku meninggal juga begitu. Kami sangat sedih kehilangan beliau, sampai akhirnya ibu memutuskan untuk pindah rumah. Begitupula denganku, mereka menyuruhku untuk berlibur ke Bali. Kata mereka, Bali tempat yang tenang. Banyak tempat yang bisa aku kunjungi. Liburan bisa memberikan suasana baru untukku. Akhirnya akupun menuruti nasihat mereka. Selama berlibur di Bali, aku pergi ke banyak tempat. Entah mengapa, aku merasa nyaman berlibur di Bali. Sedikitpun tak tersirat di benakku untuk pulang ke Malang. Akupun berfikir untuk tinggal beberapa saat di Bali. Aku ingin saat aku kembali nanti, aku sudah bisa menerima semuanya. Ibu dan saudara-saudarakupun mengijinkannya. Awalnya mereka ragu, tapi entah mengapa mereka mengijinkannya. Sambil mengisi waktu, akupun mencari kesibukan lain. Kebetulan temanku Dira menawarkanku untuk bekerja di perusahaannya. Aku menerima tawaran itu, dan akupun langsung diterima bekerja disana.
Waktu begitu cepat, dan setahunpun berlalu tanpa ada hal yang membuatku bahagia. Tak terasa setahun pula dia telah meninggalkanku. Dan Tepat setahun dihari kepergiannya, aku pergi ke pantai dengan mengenakan pakaian serba hitam. Aku hanya ingin mengenangnya, walaupun hanya sesaat. Aku membeli bunga dan ice cream untuknya. Aku ingat, dulu sebelum dia pergi, dia pernah berkata,”bunga dan ice cream adalah aku”. Dia bermaksud agar aku selalu mengingatnya saat aku makan ice cream, ataupun saat aku melihat bunga. Sungguh tak pernah terbayang olehku akan kehilangan dirinya secepat itu. Tapi kini aku sudah merelakannya. “Bunga dan ice cream ini untukmu, kuharap kamu menyukainya” kataku. Kuletakkan benda-benda itu diatas karang. Tiba-tiba saja seseorang menyapaku. Kupalingkan wajahku dan kulihat seseorang sedang berdiri di belakangku. Diapun bertanya, “untuk apa kamu menaruh semua itu diatas karang?”. Akupun hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan itu. Karena aku tau itu tidak penting untuknya. Kemudian dia berkata lagi “namaku Boby, kamu siapa?” Akupun menjawab,”namaku Jeny Wijaya, kamu bisa memanggilku Jeny”. Diapun berkata lagi,”sepertinya akan turun hujan”.”Apakah kamu hendak berteduh dahulu sebelum pulang?” tanyanya dengan sopan. “Iya”, jawabku sekedarnya. “Kebetulan di dekat sini ada rumah teh, kamu bisa berteduh sambil minum teh disana” kata Boby sambil mengajak. Kemudian kamipun pergi bersama ketempat itu. Sesampainya dirumah teh, diapun bercerita panjang lebar kepadaku. Dia bercerita banyak tentang kehidupannya. Dia anak yatim piatu sekarang. Waktu dia masih duduk di bangku sekolah dasar, ibunya meninggal karena sakit. Kemudian beberapa tahun lalu saat dia masih kuliah, dia juga ditinggal oleh ayahnya. Kini keluarganya hanya tinggal dia dan dua adik perempuannya. Dia bekerja di sebuah travel agent di Jimbaran. Katanya, pekerjaannya saat ini bisa dibilang “salah jurusan”, aku tertawa mendengar ceritanya. Salah jurusan karena dulu dia kuliah di jurusan tata boga, bukannya tour and travel. Dia mengatakan kalau itu adalah nasib. Berbicara tentang nasib, katanya nasibku jauh lebih beruntung. Karena aku masih memiliki ibu, sedangkan dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya. Itulah cerita awal pertemuan kami.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, akupun sering bertemu dengannya di taman kota. Kadang dia mengajakku ikut latihan parkour. Parkour adalah aktivitas yang bertujuan untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan efisien dan secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia. Dia menyukai olahraga ini. Katanya olahraga ini menunjukkan jati dirinya. Dia ingin menyelesaikan semua masalahnya bak parkour. Rasa takut, kebebasan serta semangatnya untuk menjadi seseorang yang lebih baik seperti halnya olahraga ini. Olahraga yang memiliki nilai kehidupan, dimana diperlukan suatu seni untuk melewati semua masalah dalam menapaki hidup ini. Seni itu ingin ia tuangkan dalam kesehariannya. Begitulah Boby, apa adanya dan sangat menyenangkan. Suatu hari dia pernah bercerita kepadaku, katanya dia sedang menyukai seseorang. Sejak bertemu dengan perempuan itu, dia sudah jatuh hati kepadanya. Tapi dia tidak ingin mengungkapkan rasa sayangnya kepada perempuan itu, karena ia takut perempuan itu akan menjauh darinya. Maka dari itu dia meminta bantuanku. Dia ingin akhir minggu nanti kami pergi bersama. Entah apa rencananya, aku juga tidak tahu. Awalnya aku mengira akan diajak kerumah perempuan yang ia sayang, tapi ternyata aku diajak ke sebuah tempat namanya Bukit Bintang. Bukit ini letaknya tidak jauh dari rumah kontrakanku. Ditempat inilah Boby menyatakan cintanya kepadaku. Awalnya aku terkejut, karena tak pernah terpikir olehku kalau perempuan yang ia maksud adalah diriku. Saat ia memintaku untuk menjadi pacarnya, aku terdiam dan berfikir, tapi akhirnya aku tidak menjawab pertanyaanya. Akupun memintanya untuk segera mengantarkanku pulang. Sesampainya dirumah aku langsung masuk dan mengunci pintu. Spontan temanku terkejut melihatku tiba-tiba langsung mengunci pintu. Diapun bertanya kepadaku soal itu, dan akupun menjelaskan semuanya. Temanku Dira tau semua tentang diriku dan masa laluku. Saat ini ibu adalah orang tua satu-satunya yang aku miliki. Keinginanya sangat sederhana, yaitu melihatku memperoleh pendamping hidup yang seiman. “Boby beragama Kristen, sedangkan aku seorang muslim”. “Bagaimana mungkin kita bisa menjalani hubungan yang serius” kataku kepada Dira. Dira pun menjawab,”mungkin saja dia mau menjadi seorang mualap, dan menjadi kepala keluarga untukmu dan anak-anakmu kelak”. “Tapi itu semua tergantung padamu, kamu yang akan menjalani semua itu”.”Ini hidupmu, kamu bebas menentukan semuanya” kata Dira meyakinkanku. Akupun membuka sedikit gorden dan melihat Boby masih diluar. Aku terkejut,”apa yang ia tunggu?” tanyaku dalam hati. Kemudian akupun keluar dan mengajaknya duduk di teras, membicarakan semuanya agar menjadi jelas. Akupun menceritakan semuanya, tentang agama dan orangtuaku. Dia mengerti akan hal itu, namun dia tidak memberikan solusi apa-apa. Dia berkata,”kita akan menemukan jawabannya nanti, toh kita masih muda”.”Aku serius dengan perkataanku ini, dan aku tidak akan pulang sebelum kau menjawab pertanyaanku tadi” katanya sambil meyakinkanku. Akhirnya akupun menjawab “iya”.
Hari demi hari kujalani hubungan itu tanpa ada kejelasan. Kemana arah hubungan kami selanjutnya. Kini sudah hampir setahun aku menjalin hubungan dengannya. Dia sangat menyayangiku, begitu pula sebaliknya. Tapi selama setahun ini pula aku tidak menemukan jawaban atas pertanyaanku. Setiap kali aku menanyakan tentang kelanjutan hubungan kami, Boby selalu saja mengalihkan pembicaraan. Sampai akhirnya suatu hari aku memberanikan diri untuk membahas masalah ini dengannya. Dia tetap tidak bisa menjawab apakah dia akan menjadi kepala keluarga seperti yang ibuku inginkan atau tidak. Aku menyayanginya, tapi aku juga menyayangi ibuku. Aku tidak ingin menyakiti keduanya. Tapi aku tetap harus memilih satu di antara kedua pilihan itu. Akupun memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. “Aku harap kita bisa menjadi teman setelah ini” kataku kepada Boby. Setelah kejadian itu, Boby masih menghubungiku, dia tidak bisa menerima keputusanku saat itu. Boby pun menjadi sangat over protektif terhadapku. Dia curiga dengan semua teman-temanku, khususnya laki-laki. Tapi dia tau diriku seperti apa, aku tidak akan menjalin hubungan dengan dua pria di waktu yang bersamaan. Maka dari itu aku terus menjauh darinya, aku harus menghilang dari pandangannya. Akupun pindah rumah, dan meminta atasanku untuk memindahkanku ke bagian lain. “Asalkan aku tidak bertemu dengannya, pasti aku bisa melupakannya” kataku dalam hati. Beberapa bulan telah berlalu, tapi rasa sayangku terhadapnya tidak pernah berubah. Mungkin dia juga begitu, karena dia terus mencariku lewat teman-temanku. Dia juga masih menghubungiku, tapi aku tidak pernah membalas telpon atau smsnya.
Sampai empat bulan yang lalu. Aku bertemu dengan seseorang yang sudah lama kukenal. Namanya Farhan. Dia teman sekolahku dulu, waktu masih duduk di bangku SMA. Kami bertemu di tempat kerjaku. Ternyata dia bekerja di bidang yang sama denganku. Dia bercerita banyak tentang hidupnya selama tinggal di Bali. Dia juga mengatakan bahwa ia masih menyimpan perasaan terhadapku. Dulu waktu kami duduk di bangku SMA, dia juga pernah mengatakan hal yang sama kepadaku, namun saat itu aku kira dia hanya main-main. Tapi kini aku tau dia serius denganku. Dia masih menunggu jawabanku, apakah aku mau menjalin hubungan yang serius dengannya atau tidak. Tapi aku masih ragu dengan perasaanku ini, rasa sayangku terhadap Boby melebihi rasa sayangku terhadapnya. Kalau ini sudah menjadi kehendak yang kuasa, beliau pasti akan menunjukkan jalannya untukku. Aku selalu berdoa, semoga semuanya berjalan dengan baik. Satu yang aku inginkan, aku hanya ingin melihat ibuku bahagia, aku juga tak ingin menyakiti diriku dan Boby. Aku ingin Boby melupakanku, dan ia bisa menjalani kehidupannya dengan normal kembali. Tapi mungkin akan sangat menyakitkan bila aku bersedia menjalin hubungan yang serius dengan Farhan. Semuanya akan tersakiti, baik aku, Boby dan Farhan.
Akupun bimbang memutuskan semuanya. Tiga bulan yang lalu akupun pulang ke Malang untuk menjenguk ibu dan saudara-saudaraku. Aku pikir liburan akan membuatku lebih baik nanti. Setibanya di Malang, akupun menikmati liburanku disana. Walaupun Cuma seminggu, tapi sangat berarti untukku. Tepat sehari sebelum keberangkatanku ke Bali, aku pergi ke makam pacarku Andi. Aku membawakannya seikat bunga dan ice cream. Setibanya di pemakaman, aku melihat seorang wanita paruh baya, hampir seumuran ibuku. Ia membawa seikat bunga, dan menaruhnya di atas makam. Aku yakin dia adalah ibunya Andi. Walaupun aku belum sempat diperkenalkan kepada ibunya, tapi aku yakin wanita yang duduk disebelah nisan itu adalah ibunya. Wanita itu menangis sambil membersihkan makam. Akupun menghampirinya dan berkata,”selamat siang Bu, apakah ibu hendak berziarah di makam ini?” Wanita itupun terkejut mendengar sapaanku. Dan iyapun memandang kearahku sambil berkata “iya nak, ibu hendak berziarah di makam anak ibu”. “Kamu sedang berziarah juga ya?” Tanya ibu itu kepadaku. “Iya Bu, saya juga hendak berziarah di makam ini” jawabku. “Kamu siapa nak” Tanya ibu itu penasaran. “Saya ini pacarnya Andi, anak ibu” kataku menjawab. Ibu itupun terkejut mendengar jawabanku. Kemudian dia tersenyum sambil berkata “dulu waktu dia masih hidup, dia pernah bercerita tentang orang yang sangat ia cintai kepada ibu”. “Katanya, suatu saat ia akan memperkenalkannya kepada ibu”.”Ibu tidak menyangka hal itu benar-benar terjadi, dan sekarang ibu benar-benar dipertemukan dengan orang yang sangat ia cintai”kata ibu itu sambil menangis. “Ya, dulu dia juga pernah mengatakan hal yang sama kepada saya Bu” kataku. Kemudian ibu itu panik, seakan-akan ia baru ingat akan sesuatu. Iapun membuka tasnya dan mencari-cari sesuatu. Namun sepertinya apa yang ia cari tidak ditemukannya. Kemudian ibu itupun berkata,”maukah kamu mampir kerumah ibu barang sebentar nak?” Ada sesuatu yang ingin ibu berikan kepadamu” katanya kepadaku. “Iya, bu”jawabku sekedarnya. Setelah selesai berziarah, kamipun pergi bersama menuju rumah pacarku Andi. Sesampainya disana, aku dipersilahkan duduk, dan ibu itupun pergi ke sebuah ruangan, entah apa yang ingin diambilnya. Sambil minum teh yang dibuatkan oleh seorang bibi yang bekerja disana, akupun melihat-lihat foto yang ada di dinding rumah itu. Aku terkejut ketika melihat sebuah foto. Foto andi bersama seseorang yang sudah tak asing lagi untukku. Tiba-tiba ibunya Andi mengagetkanku. “Apa kamu baik-baik saja nak?”, tanyanya kepadaku. “Itu siapa Bu? Maksud saya orang yang ada di foto itu” kataku sambil menunjuk salah satu foto yang ada di dinding rumah itu.”Owh, itu foto Andi tiga tahun lalu” katanya. “Yang ini namanya Farhan, saudara sepupu Andi dan yang ini adik perempuannya Andi” katanya sambil menunjuk.”Farhan itu siapanya Bu” tanyaku penasaran. “Farhan itu saudara sepupunya Andi, dia sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri” katanya pelan. Aku terkejut mengetahui kenyataan ini. Sungguh besar kuasamu Tuhan. Sekarang aku tau apa maksud perkataan Andi waktu itu. Masih jelas kuingat perkataanya, “teruskanlah hidupmu, jangan kau terpuruk seperti ini”. “Pulang kerumahnya adalah jalanku, tapi aku tetap menyayangimu”. “Aku akan terus bersamamu, sampai nanti kau temukan dirinya”. “Ternyata ini adalah rencanamu untukku. “Sekarang aku yakin akan pilihanku, ya aku akan memilihnya” kataku dalam hati. Kemudian Ibu itu bertanya, “apa yang kamu lamunkan nak?” katanya sambil mengelus punggungku. “Tidak ada Bu, saya cuma ingat sesuatu”.”Farhan itu teman saya juga, sekarang dia bekerja di Bali” kataku. “Iya, dia memang bekerja di Bali sekarang” kata ibu itu mengiyakan. “O..ya, ini nak ada sesuatu yang ingin Andi berikan kepadamu sebelum dia meninggal” kata ibu itu sambil menyerahkan sebuah kotak. Akupun membuka kotak itu, ada dua buah cincin di dalamnya. “Dia ingin kau memakainya”. “Bawalah keduanya, karena ibu yakin Andi ingin kamu bahagia walaupun dia tidak bersamamu sekarang”. “Ini sudah menjadi suratan yang kuasa, kita hanya bisa pasrah kepadanya” kata ibu itu meyakinkanku. “Iya, saya akan menerimanya bu terimakasih”. Setelah percakapan yang begitu panjang akupun pamitan kepada ibunya Andi. “Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi nak” kata ibu itu sambil mengantarkanku menuju pintu gerbang rumahnya. Akupun pulang dengan perasaan lega, entah kenapa beban yang kupikul selama ini terasa ringan hari ini. Keesokan harinya akupun berangkat menuju Bali dengan menaiki sebuah mobil travel.
Beberapa hari setelah aku tiba di Bali, aku memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius dengannya. Farhan laki-laki yang baik, aku yakin dia adalah orang yang dipilih Andi untuk mendampingiku. Dia seorang muslim, sama denganku. Aku yakin ibuku pasti merestui hubungan kami nantinya. Beberapa hari setelah aku dan Farhan memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius, aku bertemu dengan Boby mantanku. Saat itu aku dan Farhan sedang makan siang di sebuah rumah makan di daerah Kuta. Aku dan Farhan sedang asik mengobrol saat itu, kemudian Boby tiba-tiba datang bersama temannya. Mungkin ini suatu kebetulan, tapi kebetulan yang sangat menyakitkan untuknya. Diapun melirik kami dengan tatapan penuh amarah, dikepalkannya tangannya. Aku kira dia akan memukul Farhan, tapi tidak. Dia malah pergi meninggalkan temannya disana. Sejak saat itu dia terus menghubungiku, meminta penjelasan tentang semua itu. Akupun menjelaskan semuanya, bahwa aku sudah melupakannya. Aku sudah menata hidupku kembali. Aku menatanya bersama Farhan, pacarku yang baru. Walaupun berat mengatakan ini semua, tapi aku yakin Boby bisa menerimanya. Aku tau dia masih menyimpan perasaan terhadapku, begitupula denganku. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hidup adalah sebuah pilihan. Pilihan-pilihan itu baru berakhir ketika kita sudah berpulang kepadanya.
Kira-kira sebulan yang lalu, aku bermimpi bertemu dengannya lagi. Aku sangat bahagia melihatnya tersenyum kepadaku. Sosok Andi yang kulihat saat itu sungguh berbeda dengan sebelumnya. Aku melihatnya berdiri disebuah pintu. Sebelum memasuki pintu itu, dia berkata kepadaku,”pakaialah cincin itu untukku”. “Aku ingin melihat kalian memakainya dihadapanku”. “Semoga kalian bahagia, sampai bertemu kembali” katanya sambil tersenyum. Kemudian diapun melambaikan tangannya kepadaku. Akupun terbangun saat itu juga. Saat aku membuka mata, kulihat kotak cincin pemberian ibunya di tanganku. Akupun duduk dan mengingat-ingat mimpiku kembali. Aku sudah mengerti maksudnya. Beberapa hari setelah itu, aku dan Farhan memutuskan untuk pulang ke Malang. Tepat dihari peringatan tiga tahun meninggalnya Andi, kami semua berziarah kemakamnya. Disana Aku dan Farhan saling bertukaran cincin. Kami memakai cincin pemberian Andi sebagai cincin pertunangan kami. Kini cincin itu telah mengikat kami berdua. Dan akhirnya tiga keluargapun bisa menjalin hungan silaturahmi berkat dirinya. Keluargaku, keluarga Farhan dan juga keluarganya Farhan kini sudah menjadi bagian dari hidupku. Aku bersyukur atas apa yang aku miliki saat ini. Kasih sayang yang begitu besar dari orang-orang terdekatku. Tinggal di Malang bersama mereka sungguh suatu kebahagiaan yang tiada tara untukku. Menikmati setiap detik perjalanan hidup, sampai nanti aku berpulang kepadanya. Tapi aku tak kan melupakan Bali, tempat yang begitu indah dan menawan. Begitupula dengan dirinya. Aku akan selalu mengingatnya, juga cintanya kepadaku. Terima kasih Boby. Semoga kita bisa bertemu kembali.
0 komentar:
Posting Komentar